Rabu, 10 Desember 2025

Breaking News

  • Masyarakat Bingung Tanggal Cuti Natal? Ini Penjelasan Resminya   ●   
  • Matchday Keenam Liga Champions: Barcelona Bangkit, Chelsea Kembali Terpeleset   ●   
  • Pemko Pekanbaru Salurkan Rp1,5 Miliar Bantuan untuk Korban Bencana di Aceh   ●   
  • BNPB: Total Korban Meninggal Bencana di Sumatera Capai 964 Orang   ●   
  • Lapas Bagansiapiapi Pertajam Kompetensi Tembak bersama Kodim 0321/Rohil   ●   
Sejumlah Ilmuwan Sebut COVID-19 Bukan Pandemi Tapi Sindemi, Maksudnya?
Kamis 12 November 2020, 14:21 WIB

Situsnews - Jakarta

Para ilmuwan yang setuju dengan konsep sindemi percaya bahwa pandemi seperti Covid-19 tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan medis.Dalam beberapa bulan terakhir berbagai negara mengambil langkah yang berbeda untuk mencegah penyebaran Covid-19. Ada yang memberlakukan pembatasan ketat, dan ada pula yang lebih fleksibel tergantung tingkat penyebaran di wilayah masing-masing.

Di Eropa, misalnya, banyak negara di benua tersebut kembali menerapkan pembatasan sosial dan bahkan memberlakukan karantina wilayah alias lockdown setelah mencatat rekor penambahan jumlah kasus. Selandia Baru, di sisi lain, menjalankan kesiagaan terendah. Walau banyak variasi kebijakan yang diterapkan, sejumlah ilmuwan dan pakar kesehatan berpendapat bahwa strategi-strategi itu masih terlalu terbatas untuk menghentikan laju infeksi.

"Semua intervensi kita berfokus pada memotong jalur penularan virus untuk mengendalikan penyebaran patogen," kata Richard Horton, pemimpin redaksi jurnal ilmiah The Lancet, baru-baru ini dalam sebuah tulisan editorial.

Menurut Horton, Covid-19 semestinya bukan dianggap sebagai pandemi, melainkan sebagai "sindemi". Sindemi sejatinya adalah akronim yang menggabungkan kata sinergi dan pandemi. Artinya, penyakit seperti Covid-19 tidak boleh berdiri secara sendiri. Bagaimanapun, kisah pandemi ini tidak sesederhana itu. Di satu sisi ada SARS-CoV-2, yaitu virus penyebab Covid-19. Di sisi lain, ada serangkaian penyakit yang sudah diidap seseorang. Dan kedua elemen ini berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.

PBB memperingatkan awal tahun ini bahwa pandemi memiliki dampak yang tidak proporsional di antara populasi termiskin di dunia. (UNICEF)

Pada awal tahun ini, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa dampak pandemi COVID-19 "dialami secara tidak proporsional pada kelompok masyarakat paling rentan: orang yang hidup dalam kemiskinan, pekerja miskin, perempuan dan anak-anak, penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya".

Ketika satu tambah satu sama dengan lebih dari dua "Sindemi" bukanlah sebuah istilah baru. Kata ini diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer, pada 1990-an untuk menjelaskan situasi ketika "dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar ketimbang dampak masing-masing penyakit ini".

"Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang entah bagaimana dapat menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi menjadi lebih rentan terhadap dampaknya," kata Singer kepada BBC.

Ilmuwan sosial Merrill Singer menciptakan istilah "sindemi" pada 1990-an saat mempelajari penggunaan narkoba di komunitas berpenghasilan rendah di AS. Konsep sindemi muncul ketika ilmuwan tersebut dan koleganya meneliti penggunaan narkoba di komunitas berpenghasilan rendah di AS lebih dari dua dekade lalu. Mereka menemukan bahwa banyak dari mereka yang menggunakan narkoba menderita sejumlah penyakit lain, antara lain TBC dan penyakit menular seksual. Para peneliti mempertanyakan bagaimana penyakit-penyakit ini berada di dalam tubuh seseorang. Mereka menyimpulkan bahwa, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami orang itu.

"Kami melihat bagaimana Covid-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya - diabetes, kanker, masalah jantung, dan banyak faktor lainnya," jelas Singer.

"Dan kami melihat tingkat yang tidak proporsional dari dampak yang merugikan di komunitas miskin, berpenghasilan rendah, dan etnis minoritas."

(Detikcom/AS)




Editor :
Kategori :
Untuk saran dan pemberian informasi kepada situsnews.com, silakan kontak ke email: redaksi situsnews.com
Berita Pilihan
Rabu 10 Desember 2025
Masyarakat Bingung Tanggal Cuti Natal? Ini Penjelasan Resminya

Senin 08 Desember 2025
Beda Warna Beda Khasiat: Ini Nutrisi Anggur Hijau, Merah, dan Hitam

Kamis 04 Desember 2025
Satu Amalan Kecil yang Mengantarkan Seseorang ke Surga

Senin 01 Desember 2025
Ribuan Mengungsi, Ratusan Tewas dalam Banjir dan Longsor di Sumatera

Sabtu 29 November 2025
FPK Riau Gelar Seminar Pembauran Kebangsaan Berperspektif Budaya Melayu

Kamis 27 November 2025
Material Longsor Tutupi Jalan dan Permukiman di Jembatan Kembar

Kamis 13 November 2025
Indonesia Tegaskan Larangan Ekspor Sarang Burung Walet Kotor

Rabu 12 November 2025
Utang Pinjol Warga RI Tembus Rp 90,99 T, Gaji Habis buat Bayar Cicilan

Sabtu 08 November 2025
Korlantas Polri Siapkan Operasi Zebra dan Nataru untuk Amankan Libur Akhir Tahun

Kamis 06 November 2025
KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid dan Dua Pejabat Lain Tersangka Korupsi Rp 7 Miliar

Copyrights © 2025 All Rights Reserved by Situsnews.com
Scroll to top